“Terima Kasih Atas Kunjungan Anda”

Silahkan Klik Di Sini !!!

Saturday, November 12, 2011

Asal Mula Nama Pulau Sumatera

Asal Mula Nama Pulau Sumatera



Nama asli Pulau Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau.


Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau mereka yang besar itu.


Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina, yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.


Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (”pulau emas”) atau Suwarnabhumi (”tanah emas”).


Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi.


Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa. Para musafir Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa.


Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Cuma entah kenapa, ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilanka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa!


Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis.


Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.


Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’.


Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera.


Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.


Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir.


Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).


Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah itu?


Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera! Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh.


Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.


Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional?


Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau.


Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa.


Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis.


Memang orang Eropa seenaknya saja mengubah-ubah nama tempat. Hampir saja negara kita bernama “Hindia Timur” (East Indies), tetapi untunglah ada George Samuel Windsor Earl dan James Richardson Logan yang menciptakan istilah Indonesia, sehingga kita-kita ini tidak menjadi orang “Indian”! (Lihat artikel penulis, “Asal-Usul Nama Indonesia”, Harian Pikiran Rakyat, Bandung, tanggal 16 Agustus 2004, yang telah dijadikan salah satu referensi dalam Wikipedia artikel “Indonesia”).


Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra.


Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.


Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra.


Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’:

Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera.

Sejarah Pulau Sumatra

Sejarah Pulau Sumatra

(Juga dieja Sumatera) adalah sebuah pulau di Indonesia barat, barat dari Kepulauan Sunda. Ini adalah pulau terbesar seluruhnya di Indonesia (dua pulau besar, Borneo dan New Guinea, dibagi antara Indonesia dan negara-negara lain), dan pulau terbesar keenam di dunia (sekitar 470.000 km ²).

Sumatera dikenal pada zaman kuno dengan nama Sansekerta dari Swarnadwīpa ("Pulau Emas") dan Swarnabhūmi ("Tanah Emas"), kemungkinan akibat deposit emas dari dataran tinggi pulau itu. [1] Kata pertama menyebutkan nama Sumatera adalah nama Srivijayan Haji (raja) Sumatrabhumi ("Raja dari tanah Sumatera"), yang mengirim utusan ke Cina pada 1017. geografi Arab disebut pulau sebagai Lamri (Lamuri, Lambri atau Ramni) pada abad ke-10-13, mengacu pada sebuah kerajaan dekat modern Banda Aceh yang merupakan pendaratan pertama bagi para pedagang. Di akhir abad ke-14 nama Sumatera menjadi populer, merujuk pada kerajaan Samudra yang adalah meningkatnya daya. penulis Eropa di abad ke-19 menemukan bahwa penduduk pribumi tidak memiliki nama untuk pulau itu.

Orang-orang yang berbicara bahasa Austronesia pertama kali tiba di Sumatra sekitar 500 SM, sebagai bagian dari ekspansi Austronesia dari Taiwan ke Asia Tenggara. Dengan lokasi di jalur perdagangan laut India-China, beberapa kota perdagangan berkembang, terutama di pantai timur, dan dipengaruhi oleh agama-agama India. Salah satu kerajaan yang dikenal paling awal adalah Kantoli, yang berkembang di abad ke 5 di Sumatra selatan. Kantoli digantikan oleh Kerajaan Sriwijaya dan kemudian oleh Kerajaan Samudra. Sriwijaya adalah monarki Buddha berpusat di tempat yang sekarang Palembang. Mendominasi daerah melalui perdagangan dan penaklukan di seluruh 7 sampai 9 abad, Kekaisaran membantu menyebarkan kebudayaan Melayu di seluruh Sumatera, Semenanjung Melayu, dan Kalimantan Barat. kerajaan ini merupakan thalassocracy, atau kekuatan maritim yang memperluas pengaruh dari pulau ke pulau. Palembang merupakan pusat untuk belajar ilmiah, dan di sanalah peziarah Cina Budha I Ching belajar Sanskerta di 671 CE sebelum berangkat untuk India. Pada perjalanannya ke China dia menghabiskan empat tahun di Palembang menerjemahkan teks-teks Buddha dan menulis dua naskah.

pengaruh Srivijayan menyusut di abad ke-11 setelah dikalahkan oleh Kekaisaran Chola dari India selatan. Sumatera kemudian dikenakan penaklukan dari kerajaan Jawa, Singhasari pertama dan kemudian Majapahit. Pada saat yang sama Islam membuat jalan ke Sumatra, menyebar melalui kontak dengan
pedagang Arab dan India.

Pulau Sumatera

Pulau Sumatera

Sumatera (juga dieja Sumatra) yang terletak di Indonesia, merupakan adalah pulau keenam terbesar di dunia, dengan luas 443.065,8 km2. Penduduk pulau ini sekitar 42.409.510 jiwa (2000).

Provinsi di Sumatera

1. Medan, Sumatra Utara
2. Palembang, Sumatra Selatan
3. Padang, Sumatra Barat
4. Bandar Lampung, Lampung
5. Pekanbaru, Riau
6. Jambi, Jambi
7. Bengkulu, Bengkulu
8. Banda Aceh, Aceh

Di Sumatera pernah terdapat kerajaan Samudera (sekarang Aceh). Konon pada kunjungannya ke pulau tersebut Ibnu Batutah (cendekiawan Islam asal Maroko) selalu melafalkan kata Samudera menjadi Sumatera, semenjak saat itu nama Sumatera dikenal luas sebagai nama pulau tersebut.

Selain dikenal dengan nama Sumatra, pulau tersebut dikenal dengan nama pulau Andalas atau pula Suwarnadwipa. Suwarnadwipa artinya ialah "pulau emas". Naskah Negarakertagama dari abad ke-14 menyebut "Bumi Malayu" untuk pulau ini.

Pulau Sumatera terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di sebelah barat dengan Samudera Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar, antara lain; Asahan (Sumatera Utara), Kampar, Siak dan Indragiri (Riau), Batang Hari (Sumatera Barat, Jambi), Ketahun (Bengkulu), Musi, Ogan, Lematang, dan Komering (Sumatera Selatan).

Di bagian barat pulau, terbentang Bukit Barisan yang membujur dari utara hingga selatan. Hanya sedikit wilayah dari pulau ini yang cocok digunakan untuk pertanian padi. Sepanjang bukit barisan terdapat gunung-gunung berapi yang hingga saat ini masih aktif, seperti Merapi (Sumatera Barat), Bukit Kaba (Bengkulu), dan Kerinci (Jambi). Pulau Sumatra juga banyak memiliki danau, diantaranya Laut Tawar (NAD), Toba (Sumatera Utara), Singkarak, Maninjau, Diatas dan Dibawah (Sumatera Barat), Ranau (Lampung), Dendam Tak Sudah dan Tes (Bengkulu).

Nama asli Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatera. Seorang musafir dari Cina yang bernama I-tsing (634-713), yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).

Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera. Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman a.s.

Nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis.

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah Indonesia: Sumatera.

Kepariwisataan

Pengertian – pengertian yang berhungungan dengan pariwisata

Sumber: Ditjen Pariwisata R.I.

1. Pariwisata :

Adalah keseluruhan gejala, kegiatan, proses dan kaitan-kaitan yang berhubungan dengan perjalanan dan persinggahan dari orang-orang di luar tempat tinggalnya tidak dengan maksud mencari nafkah.

2. Kepariwisataan :

adalah keseluruhan kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat yang ditujukan untuk menata kebutuhan perjalanan dan persinggahan wisatawan.

3. Wisatawan :

Adalah seseorang yang terdorong oleh sesuatu atau beberapa keperluan melakukan perjalanan dan persinggahan sementara di luar tempat tinggalnya untuk jangka waktu lebih dari 24 jam tidak dengan maksud untuk mencari nafkah.

4. Industri Pariwisata :

Adalah suatu kegiatan usaha dengan maksud untuk mencari keuntungan dalam ruang lingkup penyediaan/ penyelenggaraan fasilitas perjalanan/angkutan akomodasi restoran/catering, rekreasi dan hiburan, suvenir atraksi kebudayaan serta fasilitas-fasilitas lainnya yang diperlukan bagi wisatawan.

5. Obyek wisata

Adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.

6. Obyek wisata alam

Adalah obyek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan alam sumber daya alam dan tata lingkungannya.

7. Rekreasi :

Adalah kegiatan aktif atau pasif, yang dilakukan dengan bebas dan kreatif dalam waktu senggang sebagai selingan pekerjaan sehari-hari sesuai dengan bakat dan kegemarannya.

8. Akomodasi :

Adalah tempat untuk menginap ataupun beristirahat dengan penyediaan fasilitas yang diperlukan bagi wisatawan/tamu/pengunjung, baik dengan maupun tanpa pelayanan makanan dan minuman.

9. Hotel :

Adalah suatu bentuk akomodasi yang dikelola secara komersiil disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan berikutmakanan dan minuman.

10. Hutan Wisata :

Adalah kawasan hutan ang diperunutkkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan/atau wisata baru.

Hutan Wisata terdiri dari Taman Wisata dan Taman Buru.

11. Taman Wisata :

Adalah hutan wisata yang memiliki keindahan alam, baik keindahan nabati, keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri. Mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan budaya.

12. Taman Buru

Adalah hutan wisata yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakannya pembuatan yang teratur bagi kepentingan rekreasi/pariwisata.

13. Hutan Suaka Alam :

Adalah kawasan hutan yang karena sifatnya khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan/atau manfaat-manfaat lainnya. Hutan Suaka Alam terdiri dari Cagar Alam dan Suaka Margasatwa

14. Cagar Alam :

Adalah Hutan Suaka alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas, baik nabati maupun hewani perlu dilindungi untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

15. Suaka Margasatwa:

Adalah Hutan Suaka alam yang ditetapkan sebagai suatu tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional.

16. Kawasan Lindung (Wildlife Refuge):

Adalah daerah pembinaan margasatwa yang dicadangkan untuk tempat-tempat penghidupan (habitat) bagi jenis margasatwa tertentu di dalam pengelolaan hutan.

17. Taman Laut :

Adalah kawasan di laut yang mempunyai ciri dengan keindahan alam dan keunikan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina, dipelihara dan dimanfaatkan guna kepentingan rekreasi, pariwisata, pendidikan dan kebudayaan.

18. Bumi Perkemahan :

Adalah merupakan tempat di alam terbuka, dimana para pemakai dapat mendirikan kemah-kemah untuk keperluan berlamanya dan melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan motivasi mereka masing-masing.

19. Jalur Setapak:

Adalah merupakan rintisan jalan kaki yang dibuat secara sederhana.

20. Taman Nasional :

Adalah kawasan pelestarian alam yang terdiri atas zona inti dan/atau zona-zona laiin yang dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata, rekreasi dan pendidikan serta sekaligus berfungsi sebagai penyangga zona inti.